Hola, apa kabar? Semoga selalu sehat. Aamiin.
Hingga pertengahan Januari 2022, saya akan "cuti" ngeblog dan menulis buku karena sedang terlibat dalam sebuah proyek penulisan yang lain. Doakan ya semoga lancar.
Itu sebabnya, di waktu yang sangat terbatas ini, saya hanya akan berbagi foto beberapa buku saya yang terbit tahun ini.
🤗❤️
Tentang "Mesin Waktu":
Disadari atau tidak, catatan kita di masa lalu yang “berserakan” dan bertebaran di mana-mana kadang bisa menjadi “mesin waktu” yang bisa mengantarkan kita pada masa-masa itu, masa-masa perjuangan sebagaimana yang penulis bagikan melalui buku ini. Nikmatilah momen yang ada, syukurilah yang sedang kita jalani sekarang. Semua itu nanti hanya akan jadi cerita, tak pernah bisa diulang untuk kedua kalinya.
Tentang "Goresan Pena dalam Kata":
Buku ini banyak berisi kiasan tentang beragam kejadian yang mungkin kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini juga merupakan bentuk cinta sekaligus pengingat bahwa tidak ada kehidupan yang sempurna. Kita pun. Namun, dalam ketidaksempurnaan dan ketidakidealan tersebut, kita masih tetap bisa menemukan keindahan dunia selama kita sebagai sesama manusia selalu saling menyayangi dan menghargai. Semoga, ya.
Semoga kita semua selalu dalam keadaan sehat. Aamiin.
Kalimat doa dan harapan semacam itu saat ini bukan lagi sekadar basa-basi, melainkan benar-benar dari hati. Betapa tidak, dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun ini, banyak di antara kita yang kehilangan orang-orang tersayang karena pandemi. Semoga saja, tahun depan kondisi bisa lebih baik, ya.
Halo, Desember 2021? Apa kabarmu?
Kabarku?
Beberapa hari ini, aku tidak ngeblog dan memang sengaja menarik diri dari dunia maya untuk sementara waktu. Bukan lantaran sedang merapikan beberapa naskah buku yang akan terbit Desember ini, bukan semata-mata karena ini. Tapi, karena anak sakit. Alhamdulillah, saat menulis ini, Taka sudah sembuh.
Ternyata, hal yang membuatku bisa mengubah rencana 180 derajat adalah ketika ada sesuatu dengan orang yang aku sayangi. Ya, ternyata aku tipe orang yang lebih baik menarik diri dulu dari keramaian ketika ada "sesuatu" ketimbang tetap di tengah keramaian tapi membuat kacau. Eh, ini kenapa nyambungnya ke sini, sih. :D
Tapi, biar bagaimana, aku bersyukur dikelilingi orang-orang baik, entah itu di dunia nyata ataupun maya.
Mungkin untuk saat ini, itu saja yang bisa kusampaikan.
Insyaallah, besok akan kembali aktif dan beredar di sini. Semoga, ya.
Semoga juga keluarga kita semua selalu dalam lindungan Allah. Aamiin.
Tentang "Catatan Hidup Orang Biasa":
Saya sudah pernah membahasnya di postingan ini dan itu.
Tentang "Sandal Jepit Ayah":
Adalah kumpulan cerpen, salah satunya (dan yang saya pilih menjadi judul) tentang ayah.
Tentang "Perjalanan Panjang ke Negeri Sakura":
Meskipun di Jepang hanya 15 bulan saja (suami 18 bulan), tapi proses ke sana tidak bisa dibilang singkat. Bahkan jika ditarik garis mundur, prosesnya sudah dilakukan sejak Taka masih belum ada. Itulah, hidup memang serangkaian proses. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika Allah sudah mengizinkan.
Tentang "Ternyata, Menjadi Ibu Rumah Tangga Itu Menyenangkan":
Menjadi apa pun selama dinikmati dan disyukuri akan terasa menyenangkan,
termasuk menjadi ibu rumah tangga. Toh, apa pun profesinya, kita semua
akan selalu bertemu dengan rasa bosan dan jenuh. Setiap hal yang kita
lakukan, setiap profesi atau bidang yang kita geluti, semua memiliki
tantangannya masing-masing, tidak terkecuali... ibu rumah tangga.
Daripada saling menyerang atau merasa lebih baik, alangkah indahnya jika
saling mendoakan dan mendukung satu sama lain. Buku ini adalah
kompilasi catatan penulis mengenai ibu rumah tangga.
Tentang "13 Tahun Menulis":
Menjadi penulis adalah sebuah perjalanan panjang, tidak hanya satu tahun dua tahun, tapi sepanjang masa. Sebagaimana yang saya tulis di buku ini yang berisi hal-hal random seputar dunia literasi sejak saya masuk ke dalamnya 13 tahun silam.
Tentang "Surat dari Masa Lalu":
Jangan remehkan catatan dari masa lalu. Ialah yang menemani masa-masa perjuanganmu. Kelak, selain sebagai pengingat bahwa kamu pernah melewati masa-masa sulit, catatan dari masa lalu juga bisa menjadi penyemangat atas segala sesuatu yang sedang diikhtiarkan di masa sekarang. Sejatinya, catatan dari masa lalu ibarat surat atau pesan untukmu di masa depan. Jika dulu kamu pernah menghadapi masa sulit dan bisa melewatinya, maka sekarang pun. Semangat selalu, ya.
Kumpulan Kisah "Berdamai" dengan Corona dari Negeri Sakura
2021 tinggal beberapa minggu lagi, tapi Covid-19 yang sudah bermutasi masih enggan untuk pergi. Banyak yang berubah karena makhluk kecil tak terlihat ini. Bekerja dari rumah yang dulu dianggap tidak lumrah adalah salah satunya. Tidak ada lagi pertanyaan di rumah ngapain aja karena hal yang dulu dihindari/ditakutkan khawatir dianggap tidak produktif sekarang malah sangat dianjurkan. Sesungguhnya, manusia memang makhluk yang pandai beradaptasi sepahit apa pun kenyataan yang harus dihadapi.
Tidak sedikit yang kemudian mengabadikan kisah perjuangannya di masa pandemi dalam bentuk tulisan, salah satunya Forum Lingkar Pena Jepang. Melalui karya antologi berjudul "Berdamai dengan Pandemi", para penulisnya yang notabene berasal dari beragam prefektur/profesi/serta latar belakang (beberapa sudah BFG) mencoba berbagi kisah bagaimana menghadapi Covid-19 dari Negeri Sakura. Salah satu harapannya... semoga bisa menjadi insight baru bagi teman-teman yang ada di Indonesia.
Buatku pribadi, salah satu hal terbaik di antara sekian banyak yang diterima selama tinggal di Negeri Sakura beberapa waktu yang lalu adalah... menjadi bagian dari buku bertajuk "Berdamai dengan Pandemi" tersebut tidak hanya sebagai penulis melainkan juga penyunting bersama partner kece yang juga inisiator karya ini, Mbak Ega Dioni Putri. Membaca karya para penulis yang tersebar di beragam prefektur (beberapa sudah kembali ke tanah air), membuat diri makin sadar bahwa kita tidak pernah sendirian. Sungguh. Semua "terpukul" dan "terhantam", hanya bentuknya saja yang beda. Semua ini memang tidak mudah, tapi tolong jangan menyerah... walaupun kadang-kadang terasa... lelah. Tetap semangat untuk kita semua, ya.
Kita tidak berjuang sendiri. Saling merangkul dan mendoakan, ya. Semoga dunia bisa segera tersenyum kembali.
Selamat dan sukses untuk @flpjepang. Semoga makin produktif dengan karya-karyanya yang insyaallah bermanfaat untuk sesama.
(Sumber foto: IG Forum Lingkar Pena Jepang dan IG Bu Saleha Juliandi)
Pemesanan: https://www.salehajuliandi.com/product/berdamai-dengan-pandemi/
Sejak September silam, saya berjanji ke diri sendiri untuk menulis setiap hari di blog ini. Tema tulisannya random: ada yang ringan/receh, ada juga yang agak berat; ada yang bertema traveling, ada juga yang sekadar kontemplasi. Pokoknya, saya usahakan setiap hari update mau seperti apa pun kesibukan yang saya miliki. Saya memang tidak gembar-gembor, cukup berkomitmen ke diri sendiri saja.
Realisasinya?
Alhamdulillah.
September, lancar.
Oktober, lengkap.
November, hikss... akhirnya bolong juga Sabtu 27 November dan Minggu 28 November. Huhuhu.
Sebenarnya, saya bisa saja berbuat "curang" dengan mengotak-atik setting waktunya. Jadii, nulisnya hari ini misalnya, tapi di-setting untuk tanggal 27 dan 28 misalnya, sehingga kesannya jadi tidak ada yang bolong. Tapi sesuai dengan prinsip hidup yang saya anut *tsaah, jadi saya tidak melakukan hal tsb. Enggan. Kita mungkin bisa membohongi orang lain, tapi tidak akan pernah bisa membohongi diri sendiri apalagi Allah. Seserius ini, Mbak, padahal cuma postingan di blog. 🤣🤣
Itu sebabnya, saya lebih memilih mengakui "kesalahan" ketimbang menutupinya. Iya, saya akhirnya bolong enggak nulis di sini dua hari. Tgl 27, saya benar-benar lupa. Sabtu kemarin, kami sampai rumah menjelang larut malam. Entah kenapa kok badan enggak mau diajak kompromi. Setelah mandi dan beberes, saya meminta Taka segera tidur. Pulass. Baru sadar saat terbangun dini hari. Kok seperti ada sesuatu yang kurang. OMG, ternyata belum update blog. T_T. Minggunya, saya demam tinggi setelah melakukan kegiatan. Untuk mengetik rasanya susah banget, paling banter cuma update status aja di WA, sisanya... teparr. Alhamdulillah, Senin semua sudah kembali normal.
November sudah hampir habis nih btw, semoga kita semua selalu sehat, yaa. Aamiin.
Hal yang saya tulis kali ini bisa dibilang cukup atau bahkan sangat sensitif di tanah air (karena di negara lain bisa saja b aja alias bukan hal yang harus dibesar-besarkan/dihebohkan). ☺️
Hapakah gerangan?
Tidak bisa dimungkiri bahwa pertanyaan "kapan hamil" adalah pertanyaan cukup sensitif di kita, terlebih buat mereka yang sudah lama menikah tapi belum diamanahi buah hati. 🙂
Seperti yang saya alami selama masa penantian sebagai ibu beberapa tahun silam.
Saya memang menikah muda, usia 21 tahun tepatnya. Tapi perihal punya anak, barulah terwujud menjelang 30 tahun. Saya pernah menjelaskan di blog ini juga bahwa awalnya kami memang sengaja menunda. :)
Tidak sedikit yang kemudian bertanya apa saja yang kami lakukan sembari menunggu amanah baru sebagai orang tua?
Klise, sebenarnya. Toh, semua sudah tahu. Ya, menyibukkan diri sembari terus belajar parenting adalah jalan ninja kami waktu itu.
Saya pribadi sebagai calon ibu yang katanya lebih sensitif terhadap pertanyaan tsb berusaha memanfaatkan masa tunggu dengan melakukan banyak hal positif. Lumayan banget, setidaknya saya jadi tidak terlalu baper ketika ada pertanyaan dan pernyataan terkait anak.
Beberapa contoh kegiatan yang saya lakukan saat itu:
1. Bekerja to the max tak jemu-jemu: saat masih tinggal di Bekasi dulu, saya bahkan pernah bekerja di LIMA tempat (kantor konsultan manajemen, penerbit buku nasional, dan tiga agen naskah). Semuanya sebagai pekerja lepas.
2. Ngebolang bersama suami dengan beragam moda transportasi dan jenis wisata mulai dari yang biasa saja sampai yang ekstrim dan sedikit berbahaya.
3. Berkomunitas.
Alhamdulillah, sebagaimana yang saya katakan di awal. Beragam kesibukan tersebut nyatanya lumayan ampuh membuat saya lupa akan "tuntutan" masyarakat. 🤣
Meski di sisi lain ada pendapat, "Bukannya harus santai biar gak capek biar bisa hamil? Kalau sibuk, gimana bisa hamil?"
Tidak salah memang, tapii....
Hamil adalah sesuatu yang tidak bisa dipastikan kapan datangnya. Kita sebagai manusia hanya sebatas berikhtiar saja. Makanya, saya justru stres dan kepikiran terus kalau enggak melakukan kegiatan apa-apa.
Pertanyaan lain yang juga kerap datang adalah pernahkah saya baper?
Ehm, jujur, di tahun awal menikah, saya belum mengenal rasa itu. Toh, kami memang sengaja menunda punya anak. Masalah baper barulah saya rasakan di tahun ke-4 pernikahan. Meski di luar tidak mau menampakkannya, tapi iya... di dalam kepikiran. Kita gitu, kan. 🤭🤣
Apalagi kalau ada yang bilang, "Hati-hati ya, suaminya nanti nikah lagi loh kalau enggak bisa hamil,"
Saya hanya membatin, "Padahal sama-sama wanita, tapi bisa begitu, ya,"
Di sisi lain, kita tidak bisa memungkiri bahwa ternyata budaya patriarki itu belum bisa sepenuhnya hilang. Salah satunya, masyarakat kerap menyalahkan wanita atas semua yang terjadi, termasuk saat pasangan suami istri yang sudah lama menikah tak juga dikaruniai anak. Sulit ternyata menghilangkan pemikiran yang sudah mengakar kuat di masyarakat, ya. Sedih rasanya.
Di sisi lain, saya bersyukur karena orang-orang terdekat selalu mendukung dan mendoakan. Mereka juga tidak mengasihani alias biasa saja.
1. Suami alias pasangan sangat santai: diamanahi anak ya Alhamdulillah, berdua aja juga enggak masalah. Persis seperti di film yg diangkat dari novel best seller berjudul "Test Pack".
2. Orang tua dan mertua yang tidak pernah bertanya kapan ngasih cucu. 🤭🤣
3. Saudara-saudara juga tidak pernah nanya kapan ngasih ponakan. 🤭
4. Teman-teman dari berbagai arah yang tak bisa saya sebutkan satu per satu benar-benar mendukung walau hanya sekadar dengan kata-kata atau kalimat-kalimat nyleneh.
Misalnya:
"Lo kalau dah jadi emak gak bakalan bisa kumpul2 kayak gini," poinnya di membesarkan hati, saya tahu, karena saat udah jadi ibu seperti sekarang pun yang dulu komennya begitu berubah jadi, "Nikmati masa2 Lo jadi emak sebelom anak Lo punya kehidupan sendiri dan Lo nangis2 kejer jejeritan".
"Gw tau kok. Lo dulu menunda punya anak bukan karena Lo ga suka anak2, tp karena Lo mau nyiapin yg terbaik bwt anak Lo. Gausah nyalahin diri sendiri apalagi sampai bawa2 karma. Kan Lo ga ngerugiin siapa2. Justru kalau Lo dulu langsung punya anak, tp kalau kelakuan Lo masih kayak bocah labil, Lo nyakitin anak Lo."
Mungkin bahasanya memang sebangsa gw elo end, tapi sungguh membuat hati saya ini sangat terharu dan nyess.
Tanpa dukungan orang-orang sekitar yang selalu optimis, sungguh kita enggak bakal bisa sekuat sekarang karena biar bagaimana kita adalah makhluk sosial.
Pertanyaan selanjutnya yang kerap muncul adalah bagaimana mengatasi baper saat mendengar kabar teman lahiran bertubi-tubi sementara saya saat itu satu saja belum.
Jujur, kalau saya dulu langsung to the point aja alias apa adanya, "Doain aku, ya," Alhamdulillah enggak ada masalah.
Saat tinggal di Balikpapan bahkan ada masanya hampir tiap minggu saya dan ibu-ibu seorganisasi jenguk teman yang lahiran. MasyaaAllah, semacam ujian bangett bagi hati ini. Di sisi lain, pasti saya ikut bahagia, apalagi saya sangat suka anak-anak. Tapi tak bisa dimungkiri jika sisi satunya bertanya, "Aku kapan Ya Allah?" sementara seperti yang saya sebutkan di atas punya anak adalah sebuah misteri yang kita benar-benar tidak tahu kapan datangnya.
Jika kondisi di atas Alhamdulillah bisa saya atasi, maka ada juga yang membuat melow dan saya tak bisa menahannya.
"Si ini udah tiga, kamu kapan?"
Ya, komen-komen membandingkan. Saya rasa, siapa pun tidak mau dibandingkan ya, tak hanya persoalan anak saja. :D
Bersyukur, zaman sekarang sudah banyak komunitas yang bisa kita pilih sesuai "keyakinan". Alhamdulillah, melow dan baper pun jadi enggak lama-lama. Ya, saat itu, saya juga bergabung di komunitas sesama pejuang hamil.
Saya merasa senang karena di sana kami saling mendukung dan menguatkan.
Sembari bekerja, belajar, serta berikhtiar, di masa tunggu itu pun, saya sering merenung dan bertanya pada diri sendiri mengenai hakikat menikah.
Saya pernah menuliskannya di sebuah catatan kurang lebih seperti di bawah ini:
Tujuan Menikah, Apakah Hanya untuk Mendapatkan Anak??
Sepasang kekasih yang saling mencintai menikah. Tentu ini merupakan hal yang wajar, terlebih usia keduanya sudah bisa dibilang cukup. Pekerjaan mapan & pendidikan tinggi. Kurang apa lagi? Maka tak salah bila keduanya ingin menghalalkan hubungan mereka melalui sebuah institusi bernama pernikahan.
Sebulan, dua bulan, dan tiga bulan pertama mereka serasa berada di surga. Ucapan selamat pun tak henti-hentinya mereka terima baik dari sanak saudara maupun sahabat.
Bulan-bulan berikutnya, mereka mulai ditanya, “Kapan punya momongan?”. Bila momongan tak kunjung ada, maka pertanyaan selanjutnya dan mungkin agak menyakitkan adalah, “Kamu mandul ya? Makanya nggak bisa punya anak?!”
Tidak bisa dimungkiri bahwa salah satu tujuan menikah memang memperoleh keturunan. Kita tidak bisa menutup mata bahwa banyak pasangan yang mulai renggang ketika usia pernikahan mereka bertambah sedangkan sang buah hati belum juga ada. Sedihnya, pihak wanitalah yang lagi-lagi jadi pihak yang disalahkan seolah harus menanggung semua “aib”. Ya, masyarakat kerap menjustifikasi kalau wanita yang belum juga dikaruniai momongan atau wanita yang tidak bisa punya keturunan bukanlah wanita sempurna.
Padahal, tiap rumah tangga tentunya berbeda. Ada yang memang langsung ingin mendapatkan keturunan. Ada pula yang ingin menunda demi sesuatu. Apakah salah??
Sungguh heran, kadang orang lain yang tidak berkepentingan apa-apa seolah-olah lebih tahu dibandingkan dengan yang menjalaninya. Entah kenapa, orang-orang kadang terlalu cepat menuduh & suka ikut campur urusan orang lain.
Ada seorang suami yang tetap setia dan sabar ketika sang istri belum juga hamil. Pada saat mereka melakukan pengecekan, ternyata kesalahan tidak terletak pada sang istri, melainkan suami?! Masihkah masyarakat menuduh dengan hina kepada pihak wanita ketika tidak bisa hamil juga?
Ada pula sebuah keluarga yang memang belum ingin memiliki momongan dengan alasan ingin fokus pada karier dan studi. Apakah kita berhak mencampuri urusan mereka dengan bertanya yang seolah-olah menyalahkan? Padahal mereka yang menjalani dan mereka yang merasakan.
Setiap keluarga memiliki kondisi yang berbeda-beda dan kita tidak bisa dengan seenaknya sendiri menyamakannya. Tentu hal tersebut bukanlah sebuah tindakan yang bijak.
Pernikahan, sesungguhnya tak hanya untuk memiliki keturunan. Ehm… percaya sangat percaya bahwa cinta sejati itu masih ada. Masih ada seorang istri yang sangat mencintai suaminya dengan tulus, apa pun kondisi suaminya, begitu pula sebaliknya. Percayalah, itu masih ada.
Tulisan tersebut saya buat 10 tahun yang lalu. 😊
Saya juga masih ingat, kala itu, saya pernah baca novel berjudul TEST PACK. Ada beberapa poin di novel tsb yang membuat hati saya tersentuh:
1. Istri membuktikan cintany ke suami salah satuny dg ingin memberi anak. "Aku pengin ngasih kamu anak karena cinta sm kamu"
Sementara....
Suami membuktikan cintany ke istri dengan menerima apa adanya dia, bagaimana pun kondisiny. "Ngapain sih stres mikirin kapan punya anak? Ada atau enggak ada, aku tetap dan selalu cinta sama kamu, titik,"
2. Saat pasangan suami istri di novel tersebut bertengkar masalah anak:
Istri: Justru karena aku cinta sama kamu makanya aku pengin jadi ibu dari anak-anakmu!
Suami: Dan justru karena aku cinta sama kamu, aku gak peduli kamu bisa ngasih anak ke aku atau enggak!
3. Pertengkaran mereka yang lain terkait anak:
Istri: Kenapa sih kita selalu berdebat hal yang sama
Suami: Karena kamu tuh keras kepala
Istri: Emang kamu enggak?
Suami: Kenapa kamu selalu membahas anak anak anak dan anak
Istri: Gue cinta sama Lo tau nggak
Suami: Gue juga makany gue gak mau bahas sesuatu yang bikin Lo gak nyaman
Semoga yang saat ini sedang berjuang menjadi ibu atau bahkan berjuang mencari calon bapak/ibunya anak-anak diberi kemudahan, ya. Aamiin ya Rabb.🤲🏻
(11.12 WITA, Manado, di sekolah anak sembari nunggu dia pulang)
Kelak, Semua akan Menjadi Kenangan, Nikmati :)
Nikmati yang kita jalani karena kelak semua hanya akan menjadi kenangan, tidak terkecuali hal-hal berat yang kini mungkin sedang kita rasakan dan tantangan yang kini sedang kita hadapi.
Katanya sih begitu.
Alhamdulillah, untuk semua kenikmatan yang Allah beri. Bertemu dengan orang-orang baik adalah salah satu di antaranya. Nikmat Allah mana yang kamu dustakan?
edisi menunggu hujan reda di Islamic Center Manado |
Tak perlu banyak penjelasan karena ada kalanya kita tidak sedang butuh banyak berkata-kata, melainkan hanya ingin mendengar dan membaca. 😊
Al-Baqarah: 286
Al-Zalzalah: 7 - 8
Pemandangan Menyentuh Hati Hari Ini di Sekolah Anakku
Seperti biasa, aku mengantar Taka sekolah siang ini. Ya, dia kebagian shift siang. Tak ada yang spesial pada awalnya, maksudnya sehari-hari kan ya sama (anak-anak main, say hello dengan Bu guru & sesama wali murid, dan semacamnya), hingga kemudian... aku melihat pemandangan yang membuatku tersentuh. Setidaknya, buatku. Aku jadi ingat kalau duluu... dulu sekali aku pernah membayangkan gimana ya seandainya aku punya kakak laki-laki. 🤣🤭
Aku melihat anak SMP, laki-laki, sedang momong adiknya, perempuan. Dia nih terlihat sangat ngemong dan sabar. Berkali-kali si adik perempuannya mukul, tapi doi tetap sabar dan berkata dengan lembut bahwa itu enggak baik. Si anak SMP tadi kemudian mengajak adiknya main prosotan, ayunan, dll. Sesekali, si kakak melucu sehingga si adik tertawa. Setelah puas bermain, si kakak bilang kalau sekarang pulang dulu ya, sembari gendong si adik.
Mungkin bagi orang lain pemandangan tersebut b aja. Apa istimewanya. Bukannya emang harusnya begitu, ya. Seorang kakak laki-laki harusnya emang melindungi adik perempuannya. Terus, istimewanya di mana? Wkkk.
Ya, itulah makanya. Tiap orang beda-beda. :D
Aku dulu pernah berandai-andai semisal punya Abang yang satu sekolah sama aku, mungkin dia bisa menonjok satu-satu teman-teman cowok sok kecakepan (padahal cowok cakep beneran itu omongannya gak akan kayak comberan) yang menggangguku. Mungkin, aku bisa lebih berani speak up ketimbang memendamnya sendiri karena ibaratnya punya pelindung nyata. 🤣🤭 Tinggal mengadu saja, mereka semua akan diberi pelajaran. Ya, namanya juga berandai-andai. 🤣🤣🤣🤣 Faktanya kan gak ginii. 😂🤭
Aku jadi teringat suamiku yang juga punya adik perempuan. Aku melihat binar kelegaan dan bahagia di wajahnya setelah adik perempuannya yang notabene dekat banget akhirnya menikah. Jadi, suamiku punya empat adik. Di antara keempat adiknya, doi emang paling dekattt sama yang beberapa waktu yang lalu nikah. Aku bisa merasakan kedekatan itu. Sehingga suamiku pun merasaaa legaa ketika adik terdekatnya akhirnya menikah. Alhamdulillah.
Meski di sisi lain, aku sangat bersyukur dengan apa yang ada, dengan apa yang Allah titipkan. Semuanya anugerah.
Semoga kita semua bisa selalu rukun dengan saudara kita, ya. Karena biar pun sekarang jalan hidup mungkin sudah sangat jauh berbeda, tapi yang namanya saudara kandung kan pasti berasal dari rahim yang sama, pernah berada di tempat yang sama. 😊
Kenapa Buang Sampah Sembarangan?
Buku "Catatan Hidup dari Orang Biasa"
Foto: penerbit. |
Terlepas dari setiap karya pasti punya kisah serunya, buku saya yang ke-54 berjudul "Catatan Hidup dari Orang Biasa" ini memiliki beberapa catatan yang buat saya jujur aja tidak biasa. Apa itu?
Buku-buku Miyosi sejak 2009 - sekarang
Postingan ini terinspirasi dari pertanyaan seorang teman. Ya sudah sekalian saja saya jadiin postingan huehehe. Insyaallah akan di-update secara berkala, yaa.
**
Akuntansi/Manajemen/Ekonomi/Keuangan Populer (saya dan suami lulusan Akuntansi dan dulu sempat menulis buku-buku ekonomi/akuntansi):
1. Sim Salabim Jago Investasi (Laskar Aksara, 2011 >> solo
2. Strategi Gila Menjadi Sales No. 1 (Laskar Aksara, 2011) >> solo
3. Cash Flow Management untuk Orang Awam & Pemula (Laskar Aksara, 2011) >> solo
4. Strategi Gila Menjadi Manajer No. 1 (Laskar Aksara, 2011) >> duet dengan suami
5. Investasi Emas: Cara Kaya untuk Semua Umur (Atma Jaya Pustaka, 2012) >> duet dengan suami
6. Jurus Kilat Membuat Laporan Keuangan (Laskar Aksara, 2012) >> duet dengan suami
7. Cara Instan Membuat HPP (Agogos Publishing, 2012) >> duet dengan suami
8. Hartamu Hartaku Hartaku Punya Siapa (Gramedia Pustaka Utama, 2012) >> solo
9. Membuat Laporan Keuangan Gampang (Laskar Aksara, 2013) >> duet dengan suami
10. 205 Tanya Jawab tentang Utang Piutang (Laskar Aksara, 2013) >> duet dengan suami
Proyek Pemerintah
11. Kamus Istilah Industri Ekonomi Kreatif (Quantum Replika Utama, 2011) >> solo
12. Demokrasi untuk Anak >> solo
13. Menolong Teman (Grafika Utama, 2013) >> solo
14. Sportif (Grafika Utama, 2013) >> solo
15. Menunggu Giliran (Grafika Utama, 2013) >> solo
16. Menghormati Orangtua (Grafika Utama, 2013) >> solo
Kisah Inspirasi
17. Nikah Muda Nggak Bikin Mati Gaya (Bhuana Ilmu Populer, 2013) >> duet dengan Bunda April
18. Kuliah vs Kuli-ah (Bhuana Ilmu Populer, 2015) >> duet dengan Mbak Erna
19. Tanpamu Kami Bukan Apa-Apa (Gramedia Pustaka Utama, 2015) >> solo
20. Virtual Office – Kantor Masa Depan (Progressio, 2016) >> solo
Kumso
21. Drilling Soal-Soal Asli UN SMA – IPS (Quantum Ilmu, 2011) >> bersama tim
22. 22` Kupas Habis Soal-Soal yang Sering Keluar SNMPTN IPS (Planet Ilmu, 2011) >> duet dengan Mbak Ulfah
23. Lulus USM tanpa Kesulitan (Planet Ilmu, 2011) >> duet dengan Mbak Ulfah
24. Solusi Super Cepat Ringkasan SNMPTN IPS (Grasindo, 2012) >> bersama tim
25. Cepat Kuasai IPS SMA (Grasindo, 2013) >> bersama tim
26. Yuk, Kebut Semalam Ulangan Harian SMA IPS >> bersama tim
27. Bank Soal: Tes Masuk Kepegawaian BUMN, BUMD, dan SWASTA (Grasindo, 2015) >> duet dengan Mbak Ulfah
28. Hafalan di Luar Kepala untuk Menjawab Soal-Soal SBMPTN SosHum (Grasindo, 2016) >> bersama tim
29. Siap UAN/USBN SMA IPS 2019 (Bhuana Ilmu Populer, 2018) >> bersama tim
Tematik
30. Kegemaranku (Penerbit Duta, 2016) >> solo
31. Tugasku Sehari-hari (Penerbit Duta, 2016) >> solo
32. Perubahan di Alam (Penerbit Duta, 2016) >> solo
Antologi
33. 24 Jam sebelum Menikah (Lingkar Pena Publishing House, 2009)
34. Gaun untuk Bidadari (Ganeca Exact, 2010)
35. Emak-Emak Fesbuker Mencari Cinta (Leutika, 2010)
36. Skripsi Krispi (Leutika, 2010)
37. Setan 911 (Leutika, 2010)
38. Hapuslah Air Matamu (Charity for Indonesia Indie, 2010)
39. Cinta Monyet Never Forget (Leutika, 2010)
40. Gadis Kecil Mengetuk Pintu: (Leutika Prio Indie, 2011)
41. Perempuan Bicaralah (Leutika Prio Indie, 2011)
42. Mengejar Mimpi (Inspirazone Indie, 2011)
43. Kacamata Pengantin (Mom Creative Writer Indie, 2012)
44. Cobek Digital Emak (Mom Creative Writer Indie, 2012)
45. One Day in Library (Leutika Prio Indie, 2012)
46. Cerita Gokil Seputar Puasa: (Qibla Imprint BIP, Kelompok Kompas Gramedia, 2013)
47. Super Father (Tiga Serangkai, 2015)
Di atas adalah karya dalam kurun waktu 2009 - 2019. Adapun 2020 - sekarang:
48. Antologi BELIEVE, ditulis bersama FLP Bekasi (2019, Penerbit MJB)
49. Antologi "Jepang Jalan Menuju Baitullah", ditulis bersama FLP Jepang (2021, Pena Nusantara)
50. Antologi Berdamai dengan Pandemi, ditulis bersama FLP Jepang (2021, Pena Nusantara)
51. Buku solo kumpulan cerpen "Sandal Jepit Ayah" (2021, Guepedia)
52. Buku solo "Perjalanan Panjang ke Negeri Sakura" (2021, Guepedia)
53. Buku solo "Ternyata, Menjadi Ibu Rumah Tangga Itu Menyenangkan" (2021, Guepedia)
54. Buku solo "Catatan Hidup dari Orang Biasa" (2021, Guepedia)
55. Buku solo "13 Tahun Menulis" (2021, Guepedia)
56. Buku solo "Surat dari Masa Lalu" (2021, Guepedia)
57. Buku solo "Pesona Negeri Sakura" (2021, Guepedia)
58. Buku solo "Balikpapan dalam Kenangan" (2021, Guepedia)
59. Buku solo "Menjadi Ibu di Awal 30-an (Meskipun Menikah di Awal 20-an)" (2021, Guepedia)
60. Buku solo "Mesin Waktu" (2021, Guepedia)
61. Buku solo kumpulan cerpen "Mutiara di Hati Ibu" (2021, Guepedia)
62. Buku solo "Goresan Pena dalam Kata (Kumpulan Cerita Pendek dan Puisi tentang Kehidupan)" (2021, Guepedia)
63. Buku solo "Jalan-jalan Seru Bersama Batita (Cerita Ngebolang sebelum Pandemi)" (2021, Guepedia)
64. Buku solo "My First Impression of Japan (Cerita Random saat Tinggal di Negeri Sakura)" (2021, Guepedia)
65. Buku solo kumpulan cerpen "Surga untuk Kezi" (2021, Guepedia)
Satu kata: Alhamdulillah.
Untuk menceritakannya dalam tulisan panjang, saya masih belum sanggup karena mata ini semacam... siwer. Butuh penyegaran dulu. Tapi yang jelas, saya bersyukur. Itu saja. :)
Menemukan sosok cerdas intelektual yang ternyata memiliki ibu emosional bukanlah hal sulit. Seenggaknya sampai detik ini, saya hampir selalu dipertemukan dengan orang-orang pintar yang memiliki latar belakang tidak seindah sangkaan orang-orang. Bahkan enggak sedikit yang sejak kecil sudah mengalami luka batin. Mereka semua adalah sosok-sosok yang secara intelektual diakui CERDAS/bahkan JENIUS oleh lingkungan.
Yang susah menemukan yang bagaimana? Yang cerdas emosi (enggak hanya kognitif saja) yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis (ibu tidak bahagia, ayah pemarah, atau semacamnya). Ya, ini yang cukup langka walau bukan berarti enggak ada.
Anak cenderung meniru apa yang ia dapatkan dari orang tua, bukan. Jika orang tuanya enggak bahagia, energi negatif itu pun akan ia serap. Suatu saat ketika si anak sudah menjadi orang tua, tumpukan emosi masa lalu bukan hal yang gak mungkin akan disalurkan ke anaknya. Begitu seterusnya.
Berkaca dari hal tersebut, saya bertekad untuk menjadi ibu yang bahagia. Saya kira, semua ibu juga sama: ingin yang terbaik untuk buah hatinya dan ingin anakny lebih baik daripada dirinya.
Untuk mewujudkannya, saya melakukan poin-poin berikut:
1. Melakukan sesuatu yang disukai (syukur lagi kalau ternyata menghasilkan)
Melakukan sesuatu yang kita sukai jelas bisa meningkatkan kebahagiaan. Tiap ibu berbeda. Jika saya suka menulis, maka teman saya bisa jadi sebaliknya.
2. Berinteraksi SEHAT dengan orang lain. Ya, menjadi ibu bukan berarti harus total putus dari dunia nyata dan maya. Ya enggak gitu juga sih. Hanya saja memang harus pandai-pandai memilah dan memilih mana yang toxic mana yang enggak. Kita sendiri yang memutuskan. Jangan salahkan orang lain, sih. Kita punya pilihan kok. Misal, enggak usah terlalu dekat dengan orang yang sekiranya membuat kita enggak nyaman (indikator tiap orang beda-beda).
3. Mensyukuri hal-hal kecil sejak bangun pagi. Ya, jika tidak bisa menyukuri yang kecil bagaimana bisa mensyukuri yang besar? Begitu katanya.
4. Melakukan olahraga favorit. Saya pernah baca, tapi lupa di mana karena udah lama, katanya salah satu mengatasi kegalauan adalah dengan melakukan pergerakan. Jangan magerlah ya intinya. Huehehe.
5. Berdoa.
6. Belajar sesuai fokus/kesukaan masing-masing. Ya, belajar ini enggak pandang usia, beda sama sekolah. Belajar mah selama nafas masih nempel. :)
7. Legowo dengan hal-hal yang tidak bisa kita kontrol, salah satunya pendapat orang tentang kita yang sifatnya negatif.
8. Yang utama dan tidak kalah penting (malah ditaruh di poin terakhir lol): selalu berkomunikasi sehat dengan pasangan. Bukan berarti enggak pernah konflik, tapi tentunya diselesaikan dengan baik dari hati ke hati. Pasanganmu bukan cuma buat status "udah nikah nih", tapi ya seyogyanya harus benar-benar jadi sahabat terbaik sehati, sejiwa. :)
Hapakah saya selalu sukses menerapkan poin-poin di atas? Tentu saja tidak🤭🤣, makanya saya tulis di sini juga sebagai pengingat diri sendiri.
9. Poin super terakhir bangettt: memaafkan kesalahan diri sendiri, memaafkan ketidaksempurnaan diri, berjanji akan lebih baik lagi. Tidak ada pelajaran berharga tanpa kesalahan, bukan.
Apakah saya merasa sudah jadi ibu yang sempurna? Tentu saja tidak, jauhh dari sempurna malah. Tapi saya percaya bahwa kita gak perlu jadi super sempurna dulu (karena sosok seperti itu ga akan pernah ada) untuk mengingatkan, utamanya mengingatkan diri sendiri.
Saya rasa kita semua punya cita-cita serupa terkait anak: ingin mereka tumbuh jadi anak yang baik, ilmunya bermanfaat, dan selamat dunia akhirat. Normatif bangetlah ya intinya. Kita doa sama-sama ya dan saling mengingatkan juga. Semoga kita semua bisa jadi ibu yang bahagia, terlepas dari tantangan yang sedang kita hadapi saat ini. Aamiin.
Ibu bahagia, anak cerdas emosinya. :)
Manado, 11.02 WITA
(Ditulis di sekolah anak, sembari nunggu dia pulang daripada bengong 🤭)