Pengalaman Seru ke Puncak Tetetana Kumelembuai
"Serasa ke ujung dunia ya, Mas. Akhirnya, kita sampai juga. Alhamdulillah," ucap saya pada suami beberapa saat setelah kami "mendarat" di salah satu wisata alam daerah Minahasa.
Padahal, jaraknya sebenarnya cukup dekat, tidak sampai 40 km. Masih lebih jauh Tsukuba - Tokyo yang 60-an km dengan Tsukuba Express. Mungkin karena rute ke Puncak Tetetana Kumelembuai (begitu nama tempat wisatanya) dari Manado yang berliku dan cukup menantang, perjalanan jadi terasa tak berujung dan tak berkesudahan. Tapi percayalah, semua terbayar dengan keindahan alam yang begitu memesona dan memanjakan mata. Terlebih, buat orang yang menyukai nuansa pegunungan seperti kami.
Tidak sedikit yang bilang bahwa tempat wisata yang berlokasi di Desa Suluan, Kecamatan Tombulu, Minahasa ini serasa berada di atas awan. Bagaimana tidak, dari Puncak Tetetana Kumelembuai, kita bisa melihat kota Manado, Bitung, Tondano, Minahasa Utara, Gunung Klabat, Gunung Bersaudara, Pulau Manado Tua, dan daerah Sulawesi Utara lainnya. Ini dengan asumsi kalau cuaca sangat cerah dan tidak berawan seperti kemarin.
Dari Manado, kami berangkat setelah suami dan anak saya selesai kelas online. Setelah Zuhur tepatnya, kami cuz ke "TKP" lewat Tohomon (berbekal GMaps dan doa keluar rumah serta doa naik kendaraan). Saya mengira rute berkelok-keloknya enggak jauh beda dengan saat kami ke Danau Linow beberapa waktu yang lalu. Tapi, ternyata berkali-kali lipat. Satu kata: WOW.
Alhamdulillah, enggak ada yang mabuk atau muntah. Sebagai orang gunung, sejujurnya saya sudah terbiasa dengan jalanan yang tidak lurus seperti ini (selayaknya hidup yang enggak mungkin mulus terus). Yang membuat jantung berdebar adalah saat melewati jalan yang hanya bisa dilewati satu kendaraan saja dengan sisi sebelahnya adalah jurang dan tidak ada pembatas. Di satu sisi, seru, ini akan jadi pengalaman tak terlupakan. Namun di sisi lain, ya begitulah... mesti waspada to the max seraya mengingat dosa-dosa yang masih banyak sebagai motivasi agar berhati-hati. :D
Salah satu jalanan sempit yang sempat tertangkap kamera. |
Sempat melewati daerah agrowisata dengan pemandangan seperti ini sebelum kembali bertemu dengan jalanan yang hanya cukup untuk satu mobil dengan jurang di salah satu sisinya. |
Melupakan sejenak kepenatan kota Manado dengan menepi dan menyepi di sini. Anggap saja, ini salah satu cara berkontemplasi. |
Taka yang sempat tertidur langsung bangun dan lari entah ke mana begitu melihat pemandangan seperti ini. Bebas. Lepas. |
Puncak Tetetana Kumelembuai tidaklah ramai saat kami ke sana kemarin. Boleh jadi karena hari Minggu orang-orang masih beribadah di gereja atau mungkin karena jalurnya yang cukup menantang menjadikan tidak setiap orang berkeinginan ke tempat tersebut. Entahlah.
Udara yang sejuk dengan angin cukup kencang membuat perut keroncongan, selain mengantuk huehehe. Tidak perlu khawatir karena di tempat wisata ini ada kedai yang menjual pisang goreng (plus sambal) dan kopi. Cocok banget, deh. Apalagi, penampakan kedainya berupa gubug ala-ala, makin menambah suasana eksotis.
Izinkan saya menamainya gubug cinta :D |
Saat memandang sekitar dari gubug, pikiran saya terbesit kalau suasana hijau yang mendominasi negara beriklim tropis ini mengingatkan saya akan Tsukuba di musim panas. Eaaa, belum bisa move on ya, Mbak. Lol. |
Berpetualang sejenak di rute yang sudah disediakan sembari merasakan hembusan angin dan nyiur yang melambai. |
Di ujung sana, ada pondok. Tinggal nasi jagung, ikan asin, sambal, plus kerupuk aja yang belum ada. :D |
Kata Taka, "Yey, adventure!" Alhamdulillah |
Nyiur melambai |
Istirahat dulu di pondok, serasa berada di kebunnya Mbah. Tenang, cuma pas foto aja maskernya dilepas. :D |
"Jadi ingat rumah mini di Sapporo, Bunda," kata Taka. |
Lihat ini jadi ingin sok-sokan berfilosofi bahwa bahagia itu abstrak, hanya yang merasakan yang memahami. :D |
Suami dan anak meninggalkan saya sendiri. Enggak lama, sepasang kakek dan nenek meminta tolong ke saya untuk memfoto mereka. Romantiss. |
Dari kejauhan, semua yang hebat nampak biasa. Ini yang terbersit saat melihat beberapa tempat ikonik di Sulawesi Utara dari sini. |
Alhamdulillah, nikmatilah setiap tempat yang kita singgahi. :) |
Mengabadikan foto sendiri sebelum pulang. |
Masker dilepas hanya saat foto, penting dijelasin. LOL. |
Kami pulang menjelang petang sebelum pukul 18.00 WITA.
Suasana menjelang petang. |
Suasana menjelang tempat wisata tutup. |
Dalam perjalanan pulang, kami "berpapasan" dengan awan yang "mendarat" di pepohonan. |
- Pengunjung yang tidak ingin bermalam, ada baiknya ke puncak tersebut sebelum sore karena pukul 18.00 WITA wisata ini sudah tutup. Namun bagi yang berminat menginap untuk menikmati sunrise esok harinya, tidak perlu khawatir, karena di sekitar puncak ada penginapan. Ya, jangan berangkat atau pulang terlalu sore karena selain bukanya hanya sampai pukul 18.00 WITA, terlalu sore juga bisa berbahaya mengingat jalurnya yang penuh tantangan.
- Sediakan uang tunai cukup, jangan sampai enggak bawa atau hanya mengandalkan uang nontunai saja.
- Pastikan bensin aman, jangan sampai ngepas.
- Pastikan kendaraan aman alias sudah dicek.
- Bagi yang rentan mabuk jangan lupa bawa obat antimabuk mengingat rute yang berkelok-kelok.
- Tidak disarankan ke sini saat hujan.
- Sebaiknya pulang dan pergi lewat Tomohon. Pengalaman kami kemarin saat pulang lewat jalur berbeda, ke arah Tondano, dengan asumsi jalanan lebih mending. Ternyataa, tidakk.
0 comments
Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)