Hari ini, 22 Mei 2019, beberapa media sosial down. Salah satunya, WA.
Saya enggak nyadar awalnya. Tahunya pas iseng ceki-ceki saat bocah tidur siang sehabis imunisasi di dokter Lintang, lhaahh kokk sepi amatt notif. Biasanya? Ehem... jangan ditanya. Lakik juga enggak ada jejak habis vicall. Ngasih pesan pun enggak. Padahal biasanya, jangankan vicall atau ngasih pesan, status WA saya aja dia yang pertama kali kepo. Sebagai pasutri LDM, tentu hal tersebut adalah hal printilan bin receh yang sangat berarti, bukan. Sederhana banget bahagiamu, Mi. 😆
Setelah browsing sana-sini, ternyata emang WA lagi dibatasi. Pun FB dan Instagram. Yang enggak cuma Twitter. Dweuhhh, mana pesan dari editor tadi pagi belum saya balas lagi. Huft... inilah rempongnya emak-emak "pemuja" WA ketika sandarannya gak ada. Makanya bener kok, bersandarlah hanya kepada Allah, niscaya enggak akan patah hati.
Dampak WA enggak bisa ini ternyata cukup signifikan yes, seenggaknya buat saya:
1. Enggak bisa berkomunikasi dengan keluarga. Ya emang sih bisa sms. Tapi dah telanjur dimanjain sama WA yang apa-apa tinggal nyuitin, jadinya maless dehh kalau harus pakai sms lagi. Manja banget, Buk!
Sebagai pasutri LDM, WA benar-benar ngebantu bangett. Saking pentingnya, saat HP suami ketinggalan di rumah, dia sampai email dari kantor yang intinya hape ketinggalan. Xixixi. Yawes pokoknya buat kami pasangan LDM sementara, WA nih enggak jauh beda sama pintu ke mana ajanya Doraemon.
Enggak cuma ke suami, saya kerap diskusi ngalor ngidul sama kakak. Kalau down gini jadi enggak bisa, kan.
2. Enggak bisa komunikasi dengan teman-teman dan sahabat. Padahal biasanya kami suka diskusi seru membahas hal-hal absurd dan unfaedah, semisal kenapa sih lebih ngefans sama Thor? Kok bisa Edward Cullen jadi Bruce Wayne, gak cucokk, cocokkan jadi Mas Vampir! Sesungguhnya itu adalah bentuk metime (meski unfaedah).
3. Enggak bisa ngajar online
4. Enggak bisa mengkoordinasikan kerjaan
5. Enggak bisa ekspresif di status WA. Sesungguhnya saya malas bikin status di FB yang intinya tentang diri sendiri. Lebih enak di wa's story. Alasannya? Lebih bebas. Kalau ada yang nyinyir tinggal bilang "enggak ada loh yang nyuruh kamu buka story aku," :D
6. Bisa lebih fokus ke ramadan
7. Bisa lebih fokus ke dunia nyata
8. Hemat kuota
9. Apalagi?
Ah, sesungguhnya saya sangat sedih dengan kondisi sekarang ini. ðŸ˜
Dari kejadian WA down ini saya jadi ingat bahwa manusia emang kadang syok ketika fasilitas dicabut. Semisal, seorang anak biasanya dikasih uang jajan 1 juta per hari, tiba-tiba cuma dikasih Rp100 ribu. Ya pasti kagetlah, ya.
Dulu, hidup kita baik-baik aja tanpa WA. Dulu, enggak bisa komunikasi tiap detik bukan hal yang aneh selama saling percaya dan doa. Dulu, melihat kehidupan pribadi orang lain dianggap kurang ajar. Sekarang? Lhah justru orang-orang pada share kehidupannya masing-masing. *Ngacaaa*
Dulu, saya enggak terlalu tertarik dengan media sosial. Apalagi untuk menjangkaunya harus ke warnet. Ya maleslah ya buang-buang duit. Alhasil, ketika teman-teman kampus pada ngomongin Friendster, saya aja kayaknya yang bego.
Dulu, saya baru jadi aktivis media sosial setelah menikah: dengan bikin FB, blog, dll.
Sekarang? Setelah semuaa media komunikasi melimpah, kita jadi bergantung bangett. Akibatnya, ketika kita enggak bisa mengakses kayak yang galau bangett bingung enggak keruan.
Meski sebenarnya bisa pakai VPN, tapi saya belum tertarik karena khawatir tingkat keamanannya. Ya udahlah ya sekarang saatnya merenung mumpung WA lagi down.
Kalau kalian sendiri gimana?
#30HariMemetikHikmah
#TantanganMenulisIPMalang
#RumbelMenulisIPMalang
#IbuProfesionalMalang
#HariKe-17