5 Tips Tetap Fit Merawat Anak dan Suami yang Sakit saat Bepergian
By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - February 25, 2019
Saya pernah mendengar sebuah ungkapan yang intinya kalau jadi ibu itu enggak boleh sakit. Yaa, walaupun kalau menurut saya sih siapa pun jangan sampai sakitlah ya kecuali yang ringan-ringan aja sebagai tanda bahwa tubuh butuh istirahat.
Namun, kesimpulan mereka tentang jadi ibu harus kuat dan enggak boleh lemah tersebut saya alami sendiri ketika anak dan suami sakit Desember 2018 yang lalu. Apa jadinya dong kalau saya juga sakit? Ya, kan.
Semua berawal ketika kami pergi ke Surabaya. Suami yang menjadi salah satu peserta acara ISEF 2018 mengajak kami turut serta. Ya, sekalian quality time gitulah, ya. Saat suami sedang bertugas, saya dan Taka bisa jalan-jalan. Kalau udah selesai acara, barulah cuzz bertiga. Seperti biasanya selama ini.
Kami bertiga berangkat dari Malang Senin malam. Sebelumnya, suami lebih dulu melakukan perjalanan dari Manokwari (kantor dia) ke Makasar kemudian Surabaya lanjut Malang di hari Sabtu atau Minggu ya, saya lupa. Hehe.
Sebenarnya, tanda-tanda suami sakit sudah ada sejak Minggu pagi. Tapi, dia bilang sih enggak kenapa-kenapa, istirahat juga enakan. Dan memang benar, setelah istirahat, suami nampak lebih cerah ceria bahagia. Alhamdulillah.
Buat kami, ini adalah perjalanan bertiga untuk yang kesekian kalinya. Selama ini, tidak ada masalah. Semuanya menikmati dan antusias. Semua bergembira. Kami semua senang-senang aja mau itu perjalanan darat atau udara. Alhamdulillah, amann.
Beberapa saat sebelum berangkat, ketika mengecek barang-barang di koper, saya bahkan sempat membatin, "Bawa obat enggak, ya. Secara selama ini ke Jakarta, Yogyakarta, dll selalu bawa beragam obat juga enggak kepakai. Taka dan Mas Ryan sehat-sehat aja, aman-aman aja. Lha, ini cuma ke Surabaya doangg, Cyin. Cuma 2 jam dari Malang. Eh, tapi bawa aja deh ya tetep buat jaga-jaga," Dan, akhirnya obat yang saya bawa berguna. Ya Allah, sedihh rasanya kalau ingat.
Sampai di Surabaya, kami langsung pulass. Esoknya alias Selasa, semua masih seperti biasa. Barulah, malamnya, suami benar-benar ambruk. Disusul kemudian Taka hari Kamisnya.
Enggak tega melihat bocah jadi diam karena sakit padahal biasanya ceria |
Saya? Sedihh... sangat. Batin saya enggak tenang. Pikiran ke mana-mana. Mau menulis pun enggak tenang. Siapa sih yang enggak sedih kalau orang-orang yang disayangi sakit?
Sakitny suami saya sendiri memang akumulasi dari beragam kegiatan yang sangat padat sebelum-sebelumnya (dari pagi sampai malam pagi lagi malam lagi tanpa jeda). Kalau Taka, biasanya daya tahan tubuhnya fit, tapi kala itu enggak. Jadi ya udah, saat ayahnya sakit, dia pun ketularan.
Yang membuat hati saya makin teriris, suami tetap masuk ke acara meskipun sedang demam tinggi. Dia tetap mengerjakan kewajibannya.
Yang tadinya rencana kami mengunjungi beberapa tempat, termasuk ke rumah saudara dan teman, semua jadi gagal total. Buat saya enggak masalah, yang penting mereka sehat. Siapa juga yang mau sakit. Ya, kan.
Jumatnya, suami dan anak masuk UGD Rumah Sakit Siloam Surabaya. Ya, mereka berdua. Jangan tanya bagaimana perasaan saya. Walaupun di luar kelihatan tenang, enggak ada satu pun status di FB tentang hal itu dan yang saya beri tahu kalau masuk UGD hanya mbak saya aja, tapi pikiran udah ke mana-mana. Meski di sisi lain, doa terus saya panjatkan demi kesembuhan mereka.
Alhamdulillah, Allah mengabulkan. Enggak sampai rawat inap, suami dan anak boleh pulang karena sudah mendingan. Intinya sih suami sakit karena kecapekan, ngedrop. Sedangkan kalau Taka, seperti prediksi saya, ketularan.
Lalu, bagaimana agar kita sebagai istri dan ibu enggak ikutan sakit ketika mereka sakit? Berikut ini tips dari saya yang mungkin bermanfaat bagi yang baca:
1. Sedih boleh, tapi tetap logis. Jaga pikiran agar tetap waras dan enggak panikan. Dan, daripada browsing sana-sini yang pembahasannya kadang bikin galau, mending langsung periksakan mereka ke dokter kalau sekiranya sangat khawatir. Dalam hal ini, dokter adalah sang ahli yang bisa menjawab kegalauan.
2. Jangan sampai karena terlalu banyak pikiran malah "merusak" diri sendiri, misal enggak makan sama sekali.
3. Cerita ke orang terdekat yang dipercaya untuk mengurangi beban di hati bukanlah sebuah dosa. Saya memang bukan tipe yang bisa dengan mudah curhat masalah ginian di media sosial seperti Facebook, tapi biar bagaimana pun saya juga butuh tempat curhat sama seperti yang lain. Terima kasih untuk sahabat saya Ika Purbo yang bahkan nyamperin ke tempat kami menginap, Mbak Venus yang kata-katanya membuat tenang, dan adek ipar Andy & Eryn yang sempat nyamper di tengah kesibukan mengurus dokumen-dokumen penting untuk suatu hal di Surabaya.
4. Tetap mandi biar kuman yang menempel di badan hilang.
5. Berdoa
Saat bepergian, yang ada dalam benak kita semua adalah senang-senang. Apalagi, jika perginya bareng keluarga tersayang. Buat ibu rumah tangga, hal tersebut juga salah satu sarana me time. Tapi apa daya jika kenyataan tak sesuai rencana. Yang awalnya membayangkan bisa seperti biasanya, jadinya merawat dua "pasien". Walau buat saya enggak masalah. Mengurus suami dan anak adalah kebahagiaan tersendiri. Merawat mereka saat sakit adalah pengingat diri bahwa mereka begitu berharga. Toh, masih ada perjalanan-perjalanan berikutnya yang in syaa Allah bisa lebih baik lagi, lebih sehat lagi.
Perjalanan ke Malang hari Sabtunya |
Buat paraistri dan ibu, semangat selalu, ya!
2 comments
Bagus banget infonya
ReplyDeleteSayangnya belum berkeluarga:v
😂😂😂
Wkkk
DeleteAlah g baca lu ye
Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)