13 Trik Jitu Menangkap Ide untuk Menulis Buku
By miyosi ariefiansyah (bunda taka) - December 26, 2018
IDE
Kita tahu bahwa cikal bakal sebuah buku yang isinya ratusan adalah IDE yang mungkin hanya sekalimat atau beberapa kata. Kita juga sepakat kalau hal pertama yang harus ada ketika ingin mulai menulis adalah IDE.
Sayangnyaaa, banyak penulis atau calon penulis yang ngerasa mati gaya: enggak punya atau malah kehabisan idee. Enggak sedikit yang bilang kalau mencari ide itu susah, saking susahnya jika diibaratkan sampai-sampai harus nyari wangsit dulu, harus dipikir duluu sampai mumett. Padahal, semakin dipaksa biasanya semakin enggak akan mau ke luar karena kondisi yang enggak rileks.
Benar, nggak?
Saya pun kadang mengalami. Mau nulis apaa yaa kok bingung. Xixixi.
Padahal yaa, saya sadar kalau ide itu berserakan di mana-mana. Ide itu luasss.
Biasanya, saya menggunakan cara-cara ini ketika mengalami kebuntuan. Alhamdulillah, sejauh ini cukup ampuh membantu saya memproduksi hampir 50 (tepatnya 48) buku selama 10 tahun bekalangan ini sejak mulai nyemplung dunia menulis hingga sekarang. Cara ala saya ini sebenarnya enggak cuma berlaku buat menulis buku saja, tapi juga kegiatan menulis secara keseluruhan.
Nahh....
Buat teman-teman calon penulis yang kadang ngerasa terhambat karena masalah IDE atau siapa pun (enggak terbatas teman-teman yang ingin menulis saja) yang merasa mendapatkan manfaat dari tulisan saya ini, monggo dilanjutkan membacanya.
13 trik jitu menangkap ide untuk menulis buku ala saya adalah:
1. Mendapatkan ide menulis dengan KEPOIN OBJEK.
Langsung ke contoh aja, yaa. Misal, ada lomba menulis dengan tema SOEKARNO. Apa yang bisa kita lakukan selanjutnyaa?
Kalau saya:
a. Tulis sebanyak-banyaknya hal yang kita ketahui tentang Bung Karno, kalau bisa yang spesifik jangan yang umum.
Contoh spesifik: istri beliau 9, suka berorasi, mantan menantu HOS Tjokroaminoto,
Contoh umum: baik hati (ini jelas masih sangat umum dan normatif, kecuali dijelasin lebih spesifik lagi baik hatinua itu seperti apa, misal orang lain jarang melakukan tapi Bung Karno sering melakukan)
b. Kalau misal enhak tahu apa-apa tentang Bung Karno, gimana? Jujur aja sih, enggak usah gengsi. Karena kejujuran justru akan menggiring kita pada langkah selanjutnya yaitu KEPO. Kita bisa kepoin Bung Karno dengan MEMBACA. Dari sini pasti banyak kok ide yang kemudian muncul dengan sendirinya.
c. Jangan paksakan harus nemu apa yang akan kita tulis saat ini juga, jangann. Nikmati aja proses pencarian, asal enggak terlalu lama.
"Ni gw mau nulis apaan sih tentang Bung Karno?" Gak apa-apa punya kendala begini.
Justru, kita akan semakin kepo mengulik sisi Bung Karno yang beragam.
Penulis itu seperti penambang, kan. Semakin dalam menggali, semakin dapat banyak barang berharga. Kalau cuma sekadar permukaan ya semua orang juga bisa.
Misal, Bung Karno adalah proklamator, yaelah ini mah semua orang juga tahuu. Xixixi.
d. Udah keponya? Udah makin tahu banyak, yaa. Sekarang tanyakan pada diri sendiri, info apa yang akan kita sampaikan ke pembaca tentang Bung Karno yang sekiranya mereka belum tahu? Pasti kita udah punya gambaran. Kalau belum juga, berarti belum baca banyak hal tentang Bung Karno. 😊😊
e. Akhirnya menemukan "jodoh" mau nulis Bung Karno dari sisi mana.
Misall, kita tertarik dengan kisah percintaan Bung Karno dengan salah satu istrinya (istri ke-7) bernama Yurike Sanger karena menurut kita Yurike adalah istri Bung Karno yang paling cantik. Menurut kita lhoh, ya.
Nahh, info apa yang akan kita bagi kira-kira kalau seperti gini?
f. Mulai menulis. Sesuaikan juga dengan jenis tulisan: fiksi atay nonfiksi.
2. Menggandakan ide dari kejadian yang tidak menyenangkan
Hal-hal tidak menyenangkan atau sangat menyakitkan pun bisa jadi sesuatu yang bermanfaat. ☺
Setiap hari, pasti ada saja hal yang kurang menyenangkan yang kita alami. Daripada ngegerundel atau curhat tiada habis ke siapa saja, kenapa tidak dijadikan tulisan saja??
Misal, kita buat catatan khusus yang diberi nama: ONE DAY ONE HIKMAH, yang berisi hal-hal baik yang kita dapatkan dari kejadian-kajadian tidak baik
Contoh:
Senin: kita bertemu orang bossy
Kita bisa membuat tulisan tentang tentang: tips menghadapi orang bossy, tips agar tidak bossy, alasan-alasan mengapa seseorang menjadi bossy, tips memberi pelajaran pada orang bossy, dll
Selasa: kita kecopetan
Kita bisa bikin tulisan tentang: tips aman naik kendaraan umum, memahami pikiran para pencopet (agar terhindar dari copet), bikin cerita fiksi tentang mafia yang bergerak di bidang copet-mencopet, dll
Rabu: Debat kusir sama orang yang enggak mau kalah
Kita bisa bikin tulisan tentang: ciri-ciri orang yang mau menang sendiri, kenapa seseorang bisa egois, menghadapi orang yang maunya menang sendiri, dll
Cuma dari dua cara gini, bayangkan, dalam seminggu ada berapa banyak ide tulisan yang kita kantongi untuk dieksekusi??
Bagaimana?
Kita bisa memulainya misal besok. Kita menulis di buku harian pribadi tentang hal-hal kurang menyenangkan (apa pun itu yang intinya bikin beteee) yang kita alami.
Dengan cara seperti itu sebenarnya kita sedang mengubah/memperbaiki mindset juga bahwa setiapp hal yang kurang menyenangkan sesungguhnya adalah "batu" yang belum digosok jadi perhiasan. Pola ini tidak hanya untuk mendapatkan ide saja, tapi juga sebagai terapi diri (self healing).
3. Tulis kegiatan kita sehari-hari lainnya, bukan cuma yang sedih-sedih saja. Yang harus digarisbawahi adalah jangan pernah remehkan ide yang berasal dari buku harian. Jadi, bukan hal merugikan jika kita berkomitmen "nyampah" di buku harian setiap hari. Setelah sebulan, dari sekian banyak yang sudah ditumpahkan dalam diari, kita seleksi lagi mana yang pantas dikembangkan jadi buku.
4. Ide juga bisa muncul dari curhatab orang lain, entah itu secara langsung (cerita ke kita) atau tidak (di medsos). Misal, kita mendapat curhat dari teman mengenai hubungan dia yang enggak harmonis dengan mertua. Tanpa harus membuka identitas yang curhat, kita bisa biin tulisan (buku) tentang bagaimana agar hubungan menantu dan mertua bisa harmonis.
5. Ide dari petualangan kita selama ini. Misalny, buku “100 Hari Keliling Indonesia”.
6. Ide dari hal-hal yang kita kuasai, bidang kita.Misalnya kita kerja sebagai pemasar selama belasan tahun. Pasti udah punya banyak pengalaman ya. Kenapa tidak dibagi ilmunya untuk mereka yang baru terjun di dunia pemasaran. Atauu, ibu rumah tangga yang sukses mengantarkan anak-anakny menjadi “seseorang”. Kenapa ibu tsb enggak nulis apa yang beliau lakukan selama ini hingga bisa membuat anak-anakny sukses lahir batin. Kali aja ibu-ibu muda pengin niru. Nah.
7. Ide dari wawancara dengan orang lain, contohnya buku-buku biografi. Kita menuliskan sesuatu yang dialami orang lain.
8. Ide dari sesuatu uang belum ada. Mungkin kita pernah ngeluh, “Pengin deh baca buku Anu, tapi kok gak ada,” Artinya, mungkin kitalah yang harus nulis
9. Ide dengan tujuan untuk menyanggah tulisan orang lain
10. Ide dari menggabungkan hal-hal yang udah ada. Austin Kleon di salah satu bukuny bilang, “There is no new thing under the sun,” tapi bukan berarti copas ya apalagi kalau namanya diubah.
Misal, beberapa waktu yang lalu saya nonton film The Secret Life of Pets. Menurut saya film tsb gabungan film Toy Story 1 dan 3.
11. Ide dari sesuatu yang memang dibutuhkan masyarakat saat ini. Menulis itu melatih kepekaan dan kepedulian. Kita bisa melihat, bisa survei online, masyarakat saat ini tuh butuh apa, ya? Oh, ternyata butuh dimotivasi. Baiklah, kita bisa bikin buku tentang motivasi atau sejenis from zero to hero.
12. Terakhir, ide juga bisa didapat dengan cara ngamatin orang.
Pernah lihat film The Following? Di film tsb tokoh utama yang notabene penulis bela-belain tiap hari ngamatin orang yang beda demi dapat ide. Kita pun bisa gitu. Semisal ngamatin abang-abang tukang bakso (mari-mari sini) yang lagi mangkal di perempatan. Kita ngebatin abang-abangny dari mana, anakny berapa, udah jualan berapa lama, punya masalah keluarga gak ya, dll dst.
13. Ide harus direalisasikan segera jika enggak mau diambil orang.
Punya ide aja enggak cukup jika tidak segera dijadikan kenyataan.
Kita akan sedikit membahas mengenai kisah yang cukup terkenal sepanjang zaman yang diceritakan secara turun-temurun dari masa ke masa tentang sesuatu yang sederhana tapi banyak disepelekan orang.
Kisah yang saya maksud adalah tentang "Telur Colombus"
Beberapa saat setelah menerima penghargaan dari raja dan ratu saat itu karena berhasil menemukan benua baru yakni Amerika (terlepas dari pro kontranya ya), beberapa orang yang iri dengan kesuksesan Colombus mem-bully-nya dengan komentar2 pedas semacam, "Ah, kalau cuma gitu doang, kalau cuma nemuin tempat baru, aku juga bisa,"
Colombus yang kala itu juga baru saja berhasil keliling dunia pun menantang mereka. Dia membawa sebutir telur dan berkata dengan lantang kepada orang2 yang meragukan kemampuannya, "Siapa saja yang bisa membuat telur ini berdiri, silakan mengambil apa saja yang saya punya termasuk gelar kehormatan,"
Terang saja tak seorang pun bisa. Mereka berpandangan, mengernyitkan dahi, & diam. Mana mungkin telur yang bentuknya elips bisa berdiri tegak dan kokoh. Begitulah yang mereka pikirkan.
Melihat tidak ada seorang pun yang bisa memecahkan teka-tekinya, Colombus pun tersenyum, & dengan tenang ia pecahkan sedikit saja ujung kulit telur kemudian ia posisikan telur tsb agar berdiri tegak. Berhasil.
"Oh, gitu aja. Kalau cuma gitu, semua orang juga bisa keleusss," protes mereka
"Kalau begitu, kenapa tidak kalian lakukan dari tadi?" jawab Colombus santai, skak mat.
Dalam dunia penulisan pun, sering kali kita mungkin berpendapat atau diberi pendapat seperti itu.
Baca buku di Gramed langsung bergumam sendiri, "Ah, kalau cuma nulis gini doang aku juga bisa!"
Atauuu, saat karya kita muncul kemudian dikomentari, "Yaelah, tulisan gini aja. Sambil merem juga aku bisa bikin,"
Pertanyaannya:
Kenapa gak dari kemarin2 ngerjainnya? Kenapa baru komen setelah muncul ide dari orang lain yang mungkin sama/mirip?
Sepanjang manusia masih butuh informasi, kesempatan dan peluang menulis akan selalu ada, tersedia, melimpah. Tinggal si penulisnya saja yang jeli atau tidak.
Kenapa ide brilian dianggurin? Siapa yang salah? 😊
Jika contoh di atas adalah ide "diambil" orang karena enggak disengaja dan karena kita menganggapnya sepele, baru menyesal setelah ide yang kita anggao sepele tsb dipakai orang yang punya pemikiran sama. Makaa, contoh yang kedua ini adalah ide yang sengaja dicuri.
Bagaimana bisa? Bisaa!!
Sebenarnya, masalah pencurian ide ini bisa terjadi di mana saja dan siapa saja, enggak hanya penulis. Dan, masalah ini juga agak absurd karena si pencuri bisa berdalih. Semua tergantung hati nurani.
Contoh sederhana:
Saat istirahat makan siang di kantin, Roni dan teman-temannya ngobrolin cara mendapatkan atau memenangkan proyek A. Roni menggebu-gebu menceritakan ide-ide briliannya. Ndilalah saat meeting, Absurd (teman Roni yang ikut makan di kantin) menyampaikan semuuaaa ide-ide Roni tanpa bilang bahwa itu idenya Roni. Jadi atasan menganggap bahwa ide-ide brilian itu milik Absurd. Kalau kita jadi Roni, gimana kira-kira? Pasti keki. Walau enggak ada di undang-undang alias peraturan tertulis, tapi apa yang dilakukan Absurd jelaslah sangat tidak etis.
Dalam dunia penulisan, hal tersebut cukup sering terjadi. Janganlah demi pengunjung banyak/agar disukai kita copas tulisan orang lain tanpa sumber. Karena kalau seperti itu apa bedanya dengan istilah “hanya mentingin rating” di dunia pertelevisian. Semoga kita semua terhindar. Aamiin.
Referensi tulisan lain pasti ada, that’s why ada tempat tersendiri bernama daftar pustaka. Tapi, bukan berarti kita seenaknya sendiri mengambilnya tanoa keterangan apa-apa terus mengaku sebagai milik pribadi. Deuh, kok malu, ya. Kita junjung tinggi prinsip menulis dari dan dengan hati nurani, yukk.
Itu tadi 13 trik yang saya lakukan. Adakah tambahan dari Teman-Teman? Barangkali saya terlewat. :)
Sumber: tulisan-tulisan saya tentang menulis di ummi-online
4 comments
no 13 bener banget tu...tulislah sebelum idemu diambil orang hehe
ReplyDeleteSiapp, Kakak
Delete13 ide...cukup banyak mbak, ntar saya coba deh...Thanks!
ReplyDeleteXixixi
DeleteTambahin, Tehh
Makasih udah ninggalin jejak yang baik ya, Teman-teman! :)